Sabtu, 17 Maret 2012

Sejarah Kerajaan Bali


1. BUKTI SEJARAH
 Berasal dari kitab sejarah dinasti Tang.
 Di sebelah timur Ho – ling terletak P’oli dan bahwa negeri Da – pa – tau terletak di sebelah selatan Kamboja.
 Penduduknya menulis di atas daun Patra (rontal)
 Di dalam berita Cina dikatakan bahwa mayat orang Da – pa – tau diberi bekal berupa perhiasan (emas) dan dibakar.
 Prasasti Bali yang tertua berangka tahun 804 S (882 M) isinya : pemberian izin kepada para biksu dan pendeta agama Buddha untuk membuat pertapaan di bukit Cintamani.
 Prasasti berangka tahun 818 S (896 M) dan 883 S (911 M) isinya : mengenai tempat suci dan tidak menyebutkan nama Raja.
 Prasasti yang ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur *Permukaan prasasti ditulis sebagian dengan huruf Nagari (huruf India) dan sebagian dengan huruf Bali kuno, sedangkan bahasanya menggunakan bahasa sansekerta. Angka berupa Candra Sangkala dan berbunyi “Khecarawahni – Murti artinya tahun 836 S (914 M).
2. BERDIRINYA KERAJAAN BALI
 Pusat Kerajaan Bali pertama di Singhamandawa.
 Raja pertama Sri Ugranesa.
 Beberapa prasasti yang ditemukan tidak begitu jelas menggambarkan bagaimana pergantian diantara 1 keluarga raja dengan keluarga raja yang lain.
 Prasasti yang ditemukan di Jawa Timur hanya menerangkan bahwa Bali pernah dikuasai Singasari pada abad ke – 10 & Majapahit abad ke – 14.
3. STRUKTUR KERAJAAN
Dalam struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar “Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa – punggawa.
4. SISTEM KEPERCAYAAN
Menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu & Buddha tetapi juga dari kepercayaan animisme mereka.
5. MATA PENCAHARIAN
 Bercocok tanam
 Peternakan & berburu
 Pedagangan
6. MASALAH HUKUM
Sikap tebuka dalam mengeluarkan pendapat.
Sejarah Singkat Runtuhnya Kerajaan Bali
Dikisahkan seorang raja Bali yang saat itu bernama Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan nama Mayadenawa yang memiliki seorang patih yang sangat sakti yang bernama Ki Kebo Iwa. Kedatangan Gadjah Mada dari kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh membuat sumur dan setelah sumur itu selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan batu namun dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak dapat dibunuh dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu yang dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas. Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai ia merelakan dirinya untuk dibunuh baru dia dapat dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali dapat ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343.
Sejarah Singkat (lain) Runtuhnya Kerajaan Bali
  1. 7. Kerajaan Bali
    1. a. Penyebab Kejayaan
1) Naik tahtanya Dharmodayana. Pada masa pemerintahnnya, system pemerintahan Kerajaan Bali semakin jelas.
2) Perkawinan antara Dharma Udayana dengan Mahendradata yang merupakan putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur, sehingga kedudukan Kerajaan Bali semakin kuat.
  1. b. Penyebab Kemunduran
1) Patih Kebo Iwa yang berhasil dibujuk untuk pergi ke Majapahit, sesampainya di Majapahit Kebo Iwa dibunuh.
2) Patih Gajah Mada yang berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali, lalu ia menangkap raja Bali yaitu Gajah Waktra sehingga kerajaan Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Sumber : http://tutorjunior.blogspot.com/2009/10/penyebab-kejayaan-dan-kemunduran.html

bali yang dikenal sebagai “Pulau Dewata” pada zaman duhulu kala sebelum kedatangan majapahit terdapat sebuah kerajaan yang muncul pertama kali di bali yaitu sekitar 914 M yang diketahui dari sebuah prasasti yang ditemukan di desa blanjong dekat Sanur yang memiliki pantai matahari terbit. Prasasti itu berangka tahun 836 saka yang menyebutkan nama rajanya “Khesari Warmadewa” memiliki istana yang ada di Singhadwala.
Khesari Warmadewa adalah Ugrasena pada tahun 915 M - 942 M. Setelah meninggal, Abu dari jenasah dari raja Ugrasena dicandikan di Air Madatu, lalu digantikan oleh mahkota Jayasingha Warmadewa (960 M - 975 M). Dikatakan bahwa raja Jayasingha membangun dua pemandian di desa Manukraya, yang letaknya sekarang di dekat istana negara Tapak Siring.
Raja Jayasingha Warmadewa digantikan oleh Raja Jayasadhu Warmadewa (975 M - 983 M), setelah itu wafat digantikan oleh seorang Ratu yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi (983 M - 989 M). Kemudian digantikan oleh Dharmodayana (989 M - 1011 M) yang disebut juga Raja Udayana. Raja Udayana menikah dengan Gunapriayadharmapatni alias mahendradatta dari kerajaan Medang Kemulan jawa timur dan dari perkawinannya menghasilkan 3 orang anak yaitu : Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Kemudian Airlangga menikah dengan putri Raja Dharmawangsa (raja jawa timur).
Raja Marakata menggantikan Raja Udayana sebab Airlangga berada di jawa timur. Raja Udayana wafat dan abu jenazahnya di candikan di Banu Wka. Marakata diberi gelar Dharmawangsa Wardana Marakatta Pangkajasthana Uttunggadewa yang memerintah di bali dari 1011 - 1022. Kemudian digantikan oleh anak Wungsu (1049 - 1077) yang memerintah selama 28 tahun dan dikatakan selama pemerintahannya keadaan negara aman tenteram. Anak Wungsu tidak memiliki keturunan dan meninggal tahun 1077 dan di dharmakan di Gunung Kawi dekat Tapak Siring. Setelah Anak Wungsu meninggal, keadaan kerajaan di Bali tetap mengadakan hubungan dengan raja-raja di Jawa dan ada dikisahkan seorang raja Bali yang saat itu bernama Raja Bedahulu atau yang kenal dengan nama Mayadenawa yang memiliki seorang patih yang sangat sakti yang bernama Ki Kebo Iwa. Kedatangan Gadjah Mada dari kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh membuat sumur dan setelah sumur itu selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan batu namun dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak dapat dibunuh dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu yang dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas. Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai ia merelakan dirinya untuk dibunuh baru dia dapat dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali dapat ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343. Setelah Bali ditaklukan oleh kerajaan Majapahit, sebagian penduduk Bali Kuno melarikan diri ke daerah pegunungan yang kemudian disebut penduduk “Bali Aga”. Sekarang keberadaan mereka dapat dijumpai di daerah Bali seperti di desa tenganan (Kab. Karangasem), tengangan pengringsingan (Kab. Buleleng) dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka memiliki pakaian adat sendiri yang khas dimana bahan dan bentuknya sedikit berbeda dengan pakaian adat Bali pada umumnya.

Rabu, 14 Maret 2012

Sejarah Kerajaan Blambangan

  Blambangan adalah sebuah kerajaan yang sering luput dari perhatian para ahli sejarah. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di pulau Jawa. Akibat peperangan yang tiada henti baik dengan Mataram, Bali maupun Belanda menyebabkan tanah Blambangan kehilangan penduduk dalam jumlah yang besar, baik meninggal karena peperangan maupun sebagai tawanan perang, sedemikian rupa hingga kejayaannya di masa lampau terlupakan. Sejak awal berdirinya, berbagai persoalan telah menimpa kerajaan Blambangan. Seakan kerajaan Blambangan dilahirkan untuk mengalami peperangan dan didera kesengsaraan. Bermula dengan Majapahit. Hubungan diplomatik yang tidak harmonis mengobarkan perang Nambi pada tahun 1316, perang Sadeng tahun 1331, tujuh puluh tahun berikutnya berkobar peperangan dahsyat selama enam tahun yang dipicu perebutan kekuasaan dikenal dengan Perang Paregreg. Disusul tahun-tahun selanjutnya peperangan yang melelahkan melawan penguasa Mataram dan Bali serta peperangan dengan Kompeni Belanda. Ketika kekuasaan Majapahit melemah kemudian berganti pemerintahan Islam Demak, Pajang dan Mataram, penguasa Bali merasa berkepentingan terhadap Blambangan untuk membendung pengaruh Islam. Maka mulailah babak baru hubungan yang pelik antara Blambangan Mataram dan Bali. Blambangan membutuhkan Bali untuk menghadapai invasi Mataram yang kuat, tapi Blambangan juga ingin mdlepaskan pengaruh Bali. Tidak hanya peperangan dengan penguasa luar, peperangan yang terjadi di istana (nagari) akibat perebutan kekuasaan juga sangat mewarnai sejarah Blambangan. Sejak Pangeran Kedawung mangkat dan digantikan oleh anaknya yaitu Tawang Alun pada tahun 1655 perebutan kekuasaan dalam istana sering terjadi. Pemberontakan Mas Wila kepada Tawang Alun, pemerintahan Pangeran Patih Sasranegara yang kisruh, pemerintahan Macan Pura yang singkat kemudian diangkat Pangeran Danureja, dan akhirnya masa pemerintahan Pangeran Danuningrat yang tragis. Semuanya menunjukkan hubungan yang pelik saling keterkaitan dan saling membutuhkan antara Blambangan dan Bali di satu pihak dan pengaruh Mataram serta Pasuruhan di pihak lain. Keadaan di Blambangan akhirnya diperkeruh oleh kehadiran Belanda yang didorong demi kepentingan pengamanan perdagangannya yang kemudian berlanjut pada keinginan menguasai sumber daya alam. Sumber daya alam tidak akan bisa dikuasai dengan bebas tanpa penguasaan di bidang politik. Maka Belandapun turun lebih dalam pada bidang kekuasaan. Belanda menganggap penting dan strategis untuk menaklukkan dan menguasai sendiri wilayah Blambangan setelah Inggris mendirikan kantor dagang di pantai timur Blambangan. Dimulai dengan menduduki Banyualit pada tahun 1767 kemudian menguasai Ulu Pangpang dan Lateng Rogojampi, maka mulailah peperangan yang paling mengerikan yang dilakukan VOC terhadap rakyat Blambangan pada waktu itu. Baik peperangan yang terjadi di Blambangan barat maupun peperangan yang terjadi di Blambangan timur. Namun rakyat Blambangan dengan gigih melakukan perlawanan yang luar biasa. Kondisi konflik yang berkepanjangan di Blambangan baik konflik intern keluarga istana maupun konflik akibat pendudukan dan penyerangan kekuasaan asing melahirkan pribadi-pribadi istimewa yang menempatkan diri pada posisi kunci dan memegang peranan penting dalam konflik tersebut. Maka perlu diketahui siapakah pribadi-pribadi istimewa itu dan bagaimanakah peran yang diambilnya. Khusunya bagaimanakah peranan tokoh wanita dalam percaturan sejarah Blambangan. Diantara tokoh-tokoh wanita Blambangan yang penting dikaji adalah tokoh pejuang perempuan yang bernama Sayu Wiwit. Dengan ketokohannya Sayu Wiwit tidak hanya mampu menggerakkan prajurit wanita akan tetapi ia juga memimpin dan menggerakkan prajurit laki-laki. Ia dengan gagah berani memimpin peperangan yang terjadi Blambangan barat yakni peperangan yang terjadi di Puger (Jember) dan di Sentong (dekat Bondowoso) yang terjadi pada tahun 1771 maupun peperangan yang terjadi di Blambangan timur yakni peperangan yang terjadi di Bayu pada tahun 1771-1772. Ia yang seorang perempuan dengan gagah berani dan dengan pengaruhnya yang luar biasa mampu memobilisir massa dan menggerakkan para bekel agung untuk bersama-sama berjuang melawan Belanda. Dan dengan ketokohannya pula ia memimpin peperangan dan menjadi pelindung serta penyemangat spiritual para prajurit serta menjadi penasehat peperangan. Dan akhirnya ia gugur membela tanah airnya di medan pertempuran.  Winarsih Partaningrat Arifin, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995, hal. 1-2.  Tentang penyebab peperangan dan jalannya peperangan, baca Slametmuljana, Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit, Inti Idayu Press, Jakarta, 1983, Perang Nambi hal. 152-154, Perang Sadeng hal.161-169, Perang Paregreg hal. 224-230.  Tentang perang dengan Mataram dan Bali baca De Graaf, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Grafitipers, Jakarta, 1989, hal. 237-245. Lekkerkerker, Balambangan, Indische Gids II hal. 1037-1039. B.r. Anderson, Sembah-Sumpah, Politik Bahasa dan Kebudyaan Jawa, Prisma 11 November 1982, hal. 7.  I Made Sujana menganalisa peristiwa ini dengan menimpakan pada sistem pemerintahan di Blambangan yang terpusat pada nagari (ibu kota) yang disebut dengan Nagari Tawon Madu. Kekuasaan Pangeran terhadap wilayah di luar keraton (Jawikuta) yang didelegasikan kepada patih, bekel agung dan patinggi menyebabkan lemahnya penguasaan Pangeran terhadap sumber daya manusia (prajurit, tenaga kerja dll) dan sumber daya alam (tanah pertanaian, perkebunan) yang berada di luar ibukota. Selain itu karena luasnya wilayah dan besarnya kekuasaan bekel agung dan patih menyebabkan juga lemahnya posisi politik Pangeran. Hal inilah yang menyebabkan mengapa di Blambangan sering terjadi pemberontakan terhadap nagari. Pengertian masa Kertayuga di Balambangan beda pengertiannya dengan masa Kertayuga di Mataram. Makna masa Kertayuga di Blambangan hanyalah memiliki pengertian masa-masa tiadanya pemberontakan terhadap istana, tapi di Mataram bermakna lebih luas yaitu masa stabilitas politik dan masa pembangunan dan kemakmuran negara. Lebih lanjut baca I Made Sujana, Nagari Tawon Madu, Larasan-Sejarah, Kuta-Bali, 2001. sumber:http://hasanbasri08.laros.or.id/sejarah/blambangan/

Selasa, 13 Maret 2012

Sejarah Kerajaan Pajajaran

Setelah Kerajaan Tarumanegara (abad 5-7 M) runtuh di Jawa Barat terdapat beberapa Kerajaan. Sumber-sumber sejarahnya diperoleh dari beberapa prasati. Seperti Batu Tulis dan Kebantenan (Bogor), Sanghyang Tapak (Sukabumi) dan berupa buku cerita Parahyangan.
Nama Pajajaran pernah disebut di dalam prasati yang ditemukan di desa Kebon Kopi, Bogor. Prasaati itu berangka tahun 854 M. prasasti ini ditulis dengan bahasa melayu kuno. Isinya tentang seorang Rakryan juru pengambat yang menuliskan Raja Pajajaran.
Sumber kesusasteraan yang lain menyebutkan bahwa Pajajaran sebagai suatu kerajaan di Jawa Barat. Kitab kesusasteraan itu adalah Kitab Carita Parahyangan (akhir abad ke 16). Kitab lain yang menyebutkan Kerajaan Pajajaran adalah Kitab Silisakanda ‘ng Karesian (1518). Berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya Kerajaan Pajajaran.
Adapun raja-raja yang memerintah Kerajaan Pajajaran antara lain :
  • RAJA JAYABHUPATI
  • RAJA RAHYANG NISKALA WASTUKENCANA
  • RAJA RAHYANG DEWA NISKALA
  • RAJA SRI BADUGA MAHARAJA
  • PRABU NISKALA WASTUKENCANA
  • TOHAAN DIGALUH
  • RATU SAMIAN
  • PRABU RATU DEWATA
  • SANG RATU SAKSI
  • TOHAAN DIMAJAYA DAN NUSIYA MULYA